Minggu, 17 Mei 2009

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI JEMBATAN DI INDONESIA

Oleh :
Ir. Lanneke Tristanto
Ahli Peneliti Utama
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Badan Penelitian dan Pengembangan Permukiman dan Prasarana Wilayah
Pusat Litbang Prasarana Transportasi , Jl. A.H. Nasution 264, Bandung 40294


Abad yang baru dengan berbagai permasalahan dalam bidang teknologi jembatan menjadi tantangan untuk pembangunan masa depan. Pembangunan jembatan bertumpu pada sumber daya manusia dan sumber daya alam khususnya sumber daya bahan seperti kayu, batu, pasir, bijih besi yang relatif menurun dalam kuantitas dan kualitas, disertai dengan tuntutan konservasi pelestarian lingkungan hidup yang makin meningkat.

Profesi ahli teknik di bidang teknik sipil dan arsitektur setelah krisis moneter kehilangan peminat, dan jumlah mahasiswa di fakultas teknik mengalami surut yang drastis. Tamatan STM pun sekarang sulit dicari, sedangkan mereka tenaga teknisi trampil yang sangat diperlukan untuk pekerjaan laboratorium dan lapangan. Kelangkaan ahli teknik dan teknisi di masa mendatang menjadi keprihatinan, mengingat pembangunan harus didukung oleh kemajuan teknologi dalam negeri. Peningkatan kemampuan untuk dapat meng-ekspor teknologi akan lebih membangun dari meng-impor teknologi, karena ketergantungan pada luar negeri selalu menjadi beban moneter.

Jembatan membentuk bagian kehidupan masyarakat, sebagai sarana komunikasi untuk perdagangan, transportasi dan pertukaran sosial budaya. Jembatan umumnya dibangun untuk jalan kereta api dan jalan raya. Dokumentasi jembatan kereta api jauh lebih mudah dibanding jembatan jalan raya. Ini disebabkan oleh pembangunan dan peresmian jaringan jalan kereta api secara jelas dalam sejarah. Jembatan jalan raya tersebar di seluruh wilayah dengan pendataan yang tidak didukung secara organisasi. Arsip jembatan jalan raya dalam data bank yang mudah di-akses dan di-update sekarang sedang menjadi tuntutan pengkajian.

Pengembangan teknologi jembatan berawal dari jembatan primitif seperti jembatan bambu dan jembatan kuno seperti jembatan dari batu dan kayu, yang berkembang menjadi jembatan modern sejak penemuan bahan baja dan beton di awal tahun 1900.

Teknologi kuno lebih tahan dari teknologi baru, karena zaman dahulu jembatan dan tenaga ahli dibatasi jumlahnya. Dalam tahun 1970, pembangunan jembatan di Indonesia maju pesat, jumlah jembatan dan tenaga ahli tidak dibatasi, dan timbul masalah yaitu kerusakan dini dari struktur jembatan yang tidak ter-prediksi. Sehingga terdapat jembatan kuno yang masih berfungsi dengan baik disamping jembatan baru yang harus diperbaiki karena telah rusak.

Dalam tahun 1980, penelitian jembatan di Indonesia maju pesat dan diketemukan bermacam teknologi baru untuk mengendalikan mutu struktur jembatan. Dalam tahun 2000 mulai digerakkan “pengembangan penelitian sampai pedoman” dengan mengadakan penyuluhan teknologi baru yang disebarluaskan melalui pedoman teknis dalam rangka pemasaran teknologi tepat guna ke daerah.

Jembatan mempunyai masa hidup dan mati seperti manusia sehingga inovasi dalam membangun dan memelihara jembatan sangat diperlukan. Penelitian menghasilkan inovasi teknologi baru dan tepat guna sebagai acuan pedoman teknis. Promosi pedoman teknis dalam strategi penyuluhan mewujudkan hubungan efektif dan efisien dengan pihak relevan dan terkait dalam bidang transportasi jalan. Implementasi teknologi baru dan tepat guna ke seluruh wilayah Indonesia merupakan target Departemen Kimpraswil dalam mendukung pengembangan ekonomi dan sosial budaya wilayah bangsa dan negara.

Sebagai ulasan diberikan berbagai ilustrasi meliputi rangkuman hasil penelitian yang dikerjakan antara tahun 1980-2003 oleh penulis bersama rekan-rekan di Departemen PU dan kemudian Departemen Kimpraswil.

teknologi beton ringan

PEMANFAATAN PUMICE SEBAGAI PENGGANTI SPLIT
PADA PEMBUATAN BETON RINGAN
Sejak peradaban membangun dimulai, manusia mencari sejenis semen untuk mengikat batu-batuan menjadi massa yang terbentuk dan utuh. Belum diketahui siapa yang berusaha membuat beton untuk pertama kalinya. Namun yang jelas, baik semen maupun beton, sebagaiman pula umumnya banyak bahan bangunan yang lain, bukan lah penemuan yang secara tiba-tiba muncul begitu saja, tapi berkembang secara berangsur dari berbagai upaya trial and error selama beberapa abad.
Dalam millenium yang ketiga ini manusia tidak pernah jauh dari bangunan yang terbuat dari beton. Beton merupakan materi bangunan yang paling banyak digunakan di bumi ini. Dengan beton dibangun bendungan, pipa saluran, fondasi dan basement, bangunan gedung pencakar langit, maupun jalan raya.
Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-zai, yang arti harfiahnya material-material seperti tulang ; mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan.
Beton adalah material komposit yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton teknologi, tetapi pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan persoalan pada produk, antara lain reputasi jelek dari beton sebagai materi bangunan.
Beton mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relative sangat rendah terhadap tarik. Beton tidak selamanya bekerja secara efektif didalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak dibagian yang tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan srtuktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Di sampimg itu, retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi struktur.
Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton bertulang seperti diuraikan diatas, timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi-kombinasi bahan beton secara lain, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan oleh EUGENE FREYSSINET seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak, relaksasi dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja yang bermutu tinggi. Disamping itu ia juga telah menciptakan suatu system panjang kawat dan system penarikan yang baik, yang hingga kini masih dipakai dan terkenal dengan system FREYSSINET. Dengan demikian, Freyssinet telah berhasil menciptakan suatu jenis struktur baru sebagai tandingan dari strktur beton bertulang. Karena penampang beton tidak pernah tertarik, maka seluruh beban dapat dimanfaatkan seluruhnya dan dengan system ini dimungkinkanlah penciptaan struktur-struktur yang langsing dan bentang-bentang yang panjang.
Beton pratekan untuk pertama kalinya dilaksanakan besar-besaran dengan sukses oleh Freyssinet pada tahun 1933 di Gare Maritime pelabuhan LeHavre (Perancis). Freyssenet sebagai bapak beton pratekan segera diikuti jejaknya oleh para ahli lain dalam mengembangkan lebih lanjut jenis struktur ini. Tujuan pemberian gaya pratekan adalah timbul tegangan-tegangan awal yang berlawanan dengan tegangan- tegangan yang oleh beban-beban kerja. Dengan demikian konstruksi dapat memikul beban yang lebih besar tanpa merubah mutu betonnya.
Sebagai material komposit, sifat beton sangat tergantung pada sifat unsur masing-masing serta interaksi mereka. Ada 3 sistem umum yang melibatkan semen, yaitu pata semen, mortar dan beton. Unsur terurai dari beton terdiri dari semen, air agregat halus dan agregat kasar. Contoh agregat halus adalah pasir, sedangkan contoh agregat kasar adalah split (batu belah dengan ukurannya 5 – 10 mm).
Dalam upaya melakukan terobosan baru melalui litbang beton, maka perlu dilakukan upaya pemanfaatan Pumice atau batu apung sebagai agregat kasar pengganti split karena batu apung memiliki bobot yang cukup ringan dibandingkan dengan split.
Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit.
Keberadaan Batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi, Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria. Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen), dan material asalnya, batu apung diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-areal, sub-aqueous, new ardante, dan hasil endapan ulang (redeposit).
Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar (Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air (water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
Berdasarkan spsesifikasi batu apung dengan rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas rendah, dan ketahanan terhadap api tidak tertutup kemungkinan untuk dapat ditingkatkan segi manfaatnya misalnya diolah menjadi bata ringan, mengingat selama ini stock batu apung yang banyak diperoleh dipasaran hanya untuk keperluan menggosok panci atau pelengkap pot bunga saja.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari dan mengetahui efektifitas dan efisienitas batu apung sebagai campuran dalam pembuatan beton. Efektifitas merujuk pada mutu, sedangkan efisienitas mengacu pada tingkat keborosan penggunaan bahan tambahan pembuatan beton tersebut.
Manfaat dari percobaan ini adalah untuk menambah pengetahuan teknik dan pemanfaatan batu apung dalam pembuatan beton sehingga dapat memberikan sumbangsih pengetahuan tentang bahan tambahan yang dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan pembuatan beton, karena dengan bobot beton yang relatif ringan maka pemanfaatannya untuk bahan bangunan khususnya bagi apartemen atau gedung bertingkat akan mendukung kekuatan konstruksi.

Sejarah Singkat FKMTSI

Sejarah Singkat FKMTSI

Dewan Mahasiswa pada tahun 1987 dibekukan dan diberlakukannya NKK-BKK oleh pemerintah praktis membekukan segala organisasi yang bernaung dibawahnya termasuk didalamnya BKMTSI (Badan Koordinasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia).


Semangat mahasiswa teknik sipil untuk beraktifitas dan menuangkan ide serta aspirasinya merasakan perlu adanya sebuah wadah yang mengimplementasikan semua gagasan-gagasan yang muncul dari mahasiswa sipil. Sebab pada waktu itu aktifitas mahasiswa sipil hanya didominasi oleh sekelompok mahasiswa dan institusi tertentu saja sehingga secara nasional kurang memberikan peran , sehingga pada Temu Wicara Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia yang diselenggarakan dalam rangka dies natalies APTU di Bandung ide untuk membentuk suatu forum sebagai media komunikasi dan tukar menukar informasi teknik sipil seluruh Indonesia kembali muncul.


Dalam acara tersebut lahirlah deklarasi bandung yang ditandangani oleh 25 delegasi dari institusi teknik sipil seluruh Indonesia pada tanggal 24 Desember 1987, isi deklarasi bandung sebagai berikut:


“DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KAMI MAHASISWA TEKNIK SIPIL INDONESIA MENYATAKAN SEPAKAT MEMBENTUK SUATU MEDIA/WADAH YANG DAPAT MENAMPUNG DAN MENYALURKAN ASPIRASI MAHASISWA TEKNIK SIPIL INDONESIA UNTUK MEWUJUDKAN SIKAP MANDIRI DAN PROFESIONAL."


Dengan lahirnya deklarasi bandung 24 desember 1987, mahasiswa teknik sipil dalam Temu Wicara II di Jakarta menghasilkan kesepakatan-kepakatan mengenai nama forum dan beberapa fungsi tentang koordinator korum serta pembagian 12 wilayah Forum Komunikasi.adapun nama forum ini adalah Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia. Kesepakatan jakarta dikenal dengan piagam 1 maret Jakarta, dan ditanda tangani oleh 57 delegasi institusi teknik sipil seluruh Indonesia pada tanggal 1 maret 1989.


Seiring perjalanan waktu FKMTSI terus berkembang sampai saat ini dan telah memasuki usia yang ke 21 tahun dengan telah melaksanakan 20 (dua puluh) Temu Wicara Nasional FKMTSI dengan beberapa hasil yang signifikan dalam mendorong dan membantu perkembangan insan sipil.


Tujuan FKMTSI adalah :

1. Menyatukan persepsi dan pemikiran tentang dunia Teknik Sipil Indonesia

2. Mengambil bagian dan berperan aktif dalam setiap usaha pembangunan nasional.

3. Meningkatkan kiprah Mahasiswa Teknik Sipil untuk mewujudkan sifat mandiri dan profesional.


Fungsi FKMTSI adalah :

FKMTSI berfungsi sebagai wadah komunikasi, pemersatu, dan kegiatan yang bersifat ilmiah bagi Mahasiswa Teknik Sipil seluruh Indonesia.


Sifat FKMTSI adalah :

1. FKMTSI adalah suatu wadah pada tingkat nasional bagi HMS/KBMTS seluruh Indonesia

2. FKMTSI bersifat Independen dan Ilmiah dimana setiap kegiatannya turut membantu pemerintah dan lembaga pendidikan tinggi dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mencerdaskan kahidupan bangsa.

3. FKMTSI bukan merupakan organisasi sosial politik serta tidak menjalankan politik praktis.